Dalam tenggang waktu hanya dua minggu, 127 Bhikku dan umat awam Buddha dari tradisi Theravada asal Thailand mengunjungi Vatikan untuk tujuan memajukan perdamaian lintas agama demi perdamaian global.
Delegasi pertama datang ke Vatikan dan melakukan dialog dengan Dikasterium untuk Dialog Antarumat Beragama pada Kamis, 15 Juni 2023. Delegasi ini dikepalai oleh Ven. Somdet Phra Mahathirachan, Abbot dari Real Temple Wat Phra Cetuphon (Wat Pho), dan dari pihak agama Katolik Thailand adalah Mgr. Francis Xavier Vira Arponratan, Uskup Chiang Mai.
Di dalam pertemuan itu kami semua tunduk berdoa menurut keyakinan kami masing-masing untuk kesembuhan Paus Fransiskus. Baru sehari setelahnya, Jumat, 16 Juni 2023, Paus Fransiskus pulang dari rumah sakit.
Sekalipun jadwal pertemuan mereka dengan Paus pada hari Kamis, 15 Juni 2023 batal karena Paus masih berada di Rumah Sakit, tetapi mereka tidak merasa kecewa. Malah, mereka sendiri yang membawa spanduk besar bertuliskan niat baik mereka untuk berdoa memohon kesembuhannya.
Kata Abbot Mahathirachan, “Kami telah berjalan jauh dari Thailand untuk bertemu Yang Mulia Paus Fransiskus. Akan tetapi kami paham sekali, kalau beliau tidak bisa menerima kami karena masih dalam keadaan sakit. Kami berdoa memohon kesembuhan beliau agar segera kembali berkarya. Masih ada banyak kesempatan untuk bertemu beliau. Yang terpenting adalah kesehatan.”
Mereka sempat diantar oleh delegasi Dikasterium untuk Dialog Antarumat Beragama untuk masuk ke dalam Basilika Santo Petrus dan Katakombe. Mereka sangat mengagumi kemegahan Basilika yang diklaim terbesar dari segi makna di dalam kalangan Gereja Katolik ini.
Mereka juga mengagumi hasil seni peninggalan Bramante, Raphael, dan Michelangelo. Di Katakombe mereka mengunjungi makam para Paus, terutama makam Santo Petrus Rasul, Paus Benediktus XVI, dan Paus Paulus VI.
Di dalam Basilika, mereka berdiri dan merenung sejenak di depan makam Paus Yohanes XIII yang mencetuskan dan membuka Konsili Vatikan II dan makam Paus Yohanes Paulus II, Paus pencinta perdamaian itu.
Rabu, 21 Juni 2023, delegasi kedua dari Buddha Theravada dari Thailand datang ke Vatikan di bawah tajuk “Walk for Peace” (Berjalan untuk Perdamaian) dan melakukan dialog dengan Dikasterium untuk Dialog Antarumat Beragama di Vatikan.
Mereka dipandu oleh Master Phra Sutham Dhitadhammo, Presiden Delegasi para Bhikku yang berjalan untuk perdamaian Suanmonkkaphararam. Delegasi ini beranggotakan 59 orang yang terdiri dari para Bhikku dan kaum awam, mitra kerja mereka.
Lagi-lagi mereka harus menerima kabar pembatalan bertemu dengan Paus yang sudah dijadwalkan karena Paus Fransiskus masih harus beristirahat untuk membantu proses penyembuhan pascaoperasi. Sekalipun demikian, semangat mereka untuk menebar dan memajukan perdamaian tidak luntur.
Saya diminta dari Kantor untuk mendampingi para Bhikku dan kaum awam ke bagian dalam Vatikan dan menjelaskan kepada mereka tentang Vatikan, Basilika Santo Petrus, dan segala yang berkaitan dengan Vatikan.
Mereka semua sangat antusias mengikuti semua penjelasan saya. Sekali-sekali, Presiden Delegasi, Master Phra Sutham Dhitadhammo, mengambil alih mikrofon dari saya dan memberikan penjelasan tambahan tentang apa yang sudah saya katakan dan mengaitkannya dengan nilai-nilai agama Buddha.
Hal yang membuat saya merasa terkesan adalah ketika Presiden Delegasi, Master Phra Sutham, memegang tangan saya sejak keluar dari kantor dan tidak pernah melepaskannya lagi selama perjalanan dan selama saya melakukan penjelasan. Sedetik pun beliau tidak melepaskan tangan saya.
Hal ini membuat puluhan bahkan ratusan ribu manusia yang membanjiri Vatikan hari ini merasa terkesan dan memotret kami berulang-ulang. Namun, bukan itu tujuannya. Saya memahami misi mereka yang dikemas dalam tajuk “Berjalan untuk Perdamaian”.
Mereka sadar bahwa berjalan bersama-sama butuh kedekatan, saling menopang, dan saling bergandengan tangan. Ada banyak bahaya dalam perjalanan yang bisa mengakibatkan kejatuhan dan rentetan akibat lainnya. Oleh karena itu, untuk selamat di jalan, orang harus saling bergandengan tangan.
Saya sangat menikmati gestikulasi khusus ini. Belum pernah saya alami sepanjang dan seintensif itu. Kesan saya, beliau juga sangat menikmatinya. Sering para Bhikku lain juga ikut bergandengan tangan sehingga terjadi rantai gandengan tangan selama perjalanan.
Betapa indahnya hidup ini! Sekalipun berbeda, kita masih bisa dan bahkan senang bergandengan tangan. Tidak ada kaitan dengan perkara iman. Ini soal kemanusiaan belaka yang diterjemahkan dari iman masing-masing.
Benar kata Paus Benediktus XVI dalam satu kesempatan, “Barangsiapa yang beriman, tidak pernah merasa sendirian. Dia selalu ingin mencari penganut agama lainnya. Mengapa? Karena asal usul kita satu dan sama. Tujuan kita pun satu dan sama. Yakni kepada Dia yang telah menciptakan kita semua, walaupun cara dan jalan kita berbeda.”
Di tengah berbagai macam konflik dan perpecahan di dunia ini, betapa indahnya mengalami momen seperti ini. Bagi mereka yang berkendak baik dan berjuang untuk perdamaian lintas agama dan perdamaian global, kami ingin mengatakan: you don’t walk alone. Anda tidak berjalan sendirin. We walk together, hand in hand, for peace and harmony. Tidak ada yang lebih indah dan membahagiakan selain hidup dalam suasana rukun dan damai, saling memahami dan saling menghormati.
P. Markus Solo Kewuta, SVD
Vatikan